Tabel periodik adalah salah satu ikon paling dikenali dalam dunia sains. Dari dinding laboratorium hingga cetakan pada mug kopi, simbol ini tak lekang oleh waktu. Namun di balik tampilan simetrisnya, tersimpan kisah kejeniusan yang jarang disadari: kisah Dmitri Mendeleev.
Alih-alih hanya menyusun unsur-unsur yang telah ditemukan, Mendeleev melakukan sesuatu yang luar biasa—ia memprediksi unsur yang belum ditemukan, lengkap dengan sifat-sifatnya. Dalam versi awal tabel periodik tahun 1870, ia menyisipkan garis kosong di antara unsur-unsur, menandakan bahwa alam semesta masih menyimpan misteri. Salah satunya adalah “eka-aluminium”, nama sementara untuk unsur yang satu langkah di bawah aluminium.
Dari posisi kosong tersebut, Mendeleev memperkirakan sifat-sifat eka-aluminium: massa atom sekitar 68, konduktivitas panas yang baik, bentuk padat mengilap di suhu ruang, tetapi dengan titik leleh yang sangat rendah. Bahkan, ia memperkirakan berat jenisnya: 6 gram per sentimeter kubik.
Tiga tahun kemudian, ilmuwan Prancis Paul-Émile Lecoq de Boisbaudran menemukan unsur gallium. Hasilnya? Semua prediksi Mendeleev tepat. Gallium memiliki massa atom 69,7, titik leleh 30°C, dan berat jenis 5,9 g/cm³—ia bahkan bisa meleleh di telapak tangan.
Keberhasilan ini bukan satu-satunya. Mendeleev juga memprediksi keberadaan unsur-unsur lain seperti skandium, germanium, dan teknesium. Teknesium bahkan baru berhasil disintesis tahun 1937—tiga dekade setelah kematian Mendeleev.
Meski tak sempat menerima Nobel, nama Mendeleev diabadikan dalam bentuk kehormatan yang jauh lebih langka: unsur ke-101 dalam tabel periodik, Mendelevium (Md). Hanya 15 ilmuwan dalam sejarah yang namanya diabadikan menjadi unsur, dan Mendeleev adalah salah satunya.
Tabel periodik bukan hanya struktur ilmiah; ia adalah mahakarya prediktif yang menggambarkan keteraturan alam semesta. Dan di balik keteraturan itu, berdirilah sosok Dmitri Mendeleev—ilmuwan yang berani meninggalkan ruang kosong untuk masa depan.
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.